Setelah mengayuh
sejauh tidak lebih dari 30 Km dalam sehari dengan beberapa kerusakan sepeda dan
harus menggunakan lampu senter di jalan
yang gelap menuju Tumbangtiti adalah perjalanan terpendek dan menguras tenaga
dalam perjalannanku kali ini.Jam 21.00 aku sampai di Pos polisi Tumbangtiti
yang hanya ada 2 personil jaga malam itu.Dan aku disambut seoarang anak muda
yang duduk di pintu masuk pos,dengan
jalan tertatih.Kedua kakinya yagng tidak normal seperti orang yang sakit polio
dengan sangat semangat mengantarku
sampai bertemu salah satu polisi yang hanya mengenakan kaos T shirt dengan
sablon lambang Tribrata dibagian dada
kiri.Setelah meminta ijin untuk menginap semalam di pos aku di ajak Santo si pemuda yang menyambutku
ke rumah kayu deket pos .Aku senang saat
Santo mengenalkan dirinya “Mas,namaku Santo,lahir dan besar disini “kata Santo
dengan semangat.”Mas kalau mau mandi dibelakang ada air di drum,nanti kalau
sudah mandi kita ngobrol ya!” sambil berlalu tanpa ingin tahu siapa
namaku.Belum lagi aku mau ambil peralatan mandi di tas yang aku taruh di teras terdengar teriakan Santo di
dekat pos “Mas ,sepedanya Aku bawa kerumah aja ya!”...Oke !jawabku spontan
sambil turun menuju sepeda yang kuparkir di samping pos .Aku akan malu jika
sampai Santo dengan susah payah harus mendorong sepedaku dari Pos sampai ke
rumah .”Ah mas ,kan Aku ingin dorong sepedanya mas!”kata nya saat aku minta sepeda
yang Santo pegang.”Tenang aja Nto,sepedanya berat ,besok klo mas sudah benerin
sepeda, kamu boleh kok naik sepeda ini”jawabku sambil mencoba mengangkat
sepeda.
“Wah berat ya mas!”kata Santo sambil mencoba mengangkat
bagian belakang sepeda.
“Nto ,kamu gak ingin tahu nama mas?”pertanyaan konyol yang membuat Santo tersenyum.
“Iya,mas namanya siapa ?”tanyanya tetap dengan Senyum.
“Gunawan Setianto”jawabku lengkap.
“Wah namanya belakangnya
hampir sama Mas!”teriak Santo terlihat gembira.
Setelah kuparkir dan kukunci sepeda aku mandi dan lanjut
ngobrol lagi sama Santo samapi hampir jam 02.00 malam.Baru kutahu kenapa kaki
Anto cacat,dia bilang sewaktu kecil pernah jatuh dari pohon kelapa.Dia sering
tidur di Pos polisi dan akhirnya malah sering bantu bantu di pos polisi .
Pagi hari
Jum’at 6 Agustus, saat bangun kulihat Santo sudah menyapu halaman ,walau dengan
kaki cacat dia begitu menikmati pekerjaannya.Sehabis minum teh hangat buatan Santo,Aku
mulai menservis sepeda .Jeruji – jeruji yang patah aku ganti,as dan gir juga
jadi perhatianku,rem,ban depan ,semua aku periksa .Aku tidak ingin kejadian
kemarin terulang lagi.Ditemani Santo membuat kerjaan menjadi asyik karena bisa
ngobrol.Sekitar jam 14.00 aku sudah selesei memperbaiki kerusakan sepeda yang
selalu setia menemaniku benar – benar sudah “SEHAT” Dan siap melanjutkan perjalanan ke arah Marau .Jam
tangan yang kupakai kuberikan ke Santo sebagai
kenangan.Karena sebelum pergi Santo menyempatkan memasak Ikan Haruan untuk
makan siangku,...(Thanks SANTO)
Jalur jalur
datar tidak banyak tanjakan, masih banyak melewati perkampungan dayak dan lebih
sering melewati kuburan kembali kulalui.Perkampungan dengan rumah – rumah
panggung terbuat dari kayu dengan babi – babi kecil dan anjing berkeliaran di halaman rumah
menjadi pemandangan yang mulai biasa
untukku.Beberapa Gereja kecil juga sering aku lihat ,menandakan mayoritas
penduduk menganut Agama Nasrani.Aku juga sering menemukan sesaji dipinggir atau
diperempatan jalan atau dipohon pohon besar seperti yang banyak kulihat di
pulau Bali.Menurut cerita beberapa orang dayak yang kutemui di sebuah warung
kecil saat aku istirahat minum teh